Untuk meningkatkan peringkat kemudahan berbisnis (ease of doing business) di Indonesia, Pemerintah sudah mengeluarkan 12 paket kebijakan baru untuk mempermudah perizinan usaha. Dalam paket kebijakan ke-12, Pemerintah mengubah besaran minimal modal dasar untuk pendirian PT (Perseroan Terbatas) dengan skala UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, minimal modal dasar untuk mendirikan PT adalah Rp 50 juta dimana minimal 25% nya harus disetorkan. Namun dalam PP Nomor 7 Tahun 2016, besaran modal dasar untuk membuat PT tergantung pada kesepakatan para pendirinya.
Bahkan bagi PT yang modal dasarnya dibawah Rp 10 juta, Pemerintah sudah menghimbau notaris untuk memberikan tarif pembuatan akta hanya sebesar Rp 1 juta. Kriteria UMKM sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 adalah yang memiliki aset maksimal Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan usaha, serta omzet. Dengan sejumlah terobosan kebijakan dari pemerintah untuk mempermudah orang untuk memulai usaha, otomatis sekarang membuat PT jadi lebih mudah.
Update: Per 14 Juli 2016, PP 7/2016 sudah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas.
Tak berhenti di situ, demi mendorong perkembangan UMKM di Indonesia, Pemerintah juga berencana mengeluarkan paket kebijakan ke-13 yang berupa penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk UMKM. Saat ini besaran tarif PPh berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar 1%. Angka 1% tersebut dikenakan atas omzet atau penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. Dalam paket ke-13 ini, Pemerintah akan merevisi beleid pajak ini.
Lebih lanjut, sebagaimana ditulis di Harian Kontan, dalam aturan terbaru yang saat ini sedang digodok, alih-alih hanya menurunkan tarif PPh, Pemerintah juga berencana membagi kelas wajib pajak UMKM dalam 2 klaster. Pembagian klaster ini disimpulkan dari kajian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Dalam klaster pertama wajib pajak UMKM, persentase PPh direncanakan sebesar 0,25% dari omzet usaha.
Ketentuan usaha UMKM yang bisa masuk kategori klaster pertama ini adalah usaha yang omzetnya di bawah Rp 300 juta. Sementara dalam klaster kedua wajib pajak UMKM, persentase PPh direncanakan sebesar 0,5% dari omzet usaha. Ketentuan usaha UMKM yang bisa masuk kategori klaster kedua ini adalah usaha yang omzetnya berkisar dari Rp 300 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar.
Sebenarnya isu terkait paket kebijakan ini mulai santer terdengar sejak 2015. Banyaknya perusahaan yang beralih dari PPh reguler ke final menjadi sorotan. Memang, dalam PPh reguler besaran persentase PPh adalah sebesar 25% dari laba, sehingga perpindahan ini menjadi hal yang logis. Apalagi besaran 1% ini ternyata juga menutup mata terhadap usaha yang profitnya kurang dari 1% serta kondisi untung rugi perusahaan yang bersangkutan.
Salah satu poin yang patut menjadi perhatian Pemerintah adalah standar suatu usaha dapat dikatakan termasuk UMKM. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2008, UMKM didefinisikan tidak hanya dari besaran omzet, namun juga aset dan afiliasi. Poin lain yang perlu diperhatikan Pemerintah adalah seberapa lama batasan suatu usaha dapat dikategorikan sebagai perusahaan UMKM yang berhak atas persentase PPh final 1%.
Jika mengalami kesulitan untuk mengurus pendirian perusahaan dan perizinan berusaha, kamu dapat menghubungi Easybiz untuk solusi terbaik yang legal dan tepat.